ANJURAN TIDAK MAKAN SEBELUM SHALAT IDUL ADHA
Ada satu anjuran sebelum penunaian shalat Idul Adha yaitu tidak makan
sebelumnya. Karena di hari tersebut kita kaum muslimin yang mampu
disunnahkan untuk berqurban. Oleh karenanya, anjuran terse
but diterapkan agar kita nantinya bisa menyantap hasil qurban.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
“Imam Ahmad berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan hasil sembelihan qurban. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.” (Al Mughni, 2: 228)
Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
“Jika seseorang makan pada hari Idul Adha sebelum berangkat shalat ‘ied di tanah lapang (musholla), maka tidak mengapa. Jika ia tidak makan sampai ia makan dari hasil sembelihan qurbannya, maka itu lebih baik. Tidak boleh berpuasa pada hari ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) sama sekali.” (Al Muhalla, 5: 89)
Namun sekali lagi, puasa pada hari ‘ied -termasuk Idul Adha- adalah haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama kaum muslimin. Sedangkan yang dimaksud dalam penjelasan di atas adalah tidak makan untuk sementara waktu dan bukan niatan untuk berpuasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Dan kita lihat dari penjelasan Imam Ahmad yang dinukil dari Ibnu Qudamah di atas bahwa sunnah tidak makan sebelum shalat Idul Adha hanya berlaku untuk orang yang memiliki hewan qurban sehingga ia bisa makan dari hasil sembelihannya nanti. Sedangkan jika tidak memiliki hewan qurban, maka tidak berlaku. Wallahu a’lam.
***
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 602)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
“Idul Fithri adalah hari diharamkannya berpuasa setelah sebulan penuh diwajibkan. Sehingga dianjurkan untuk bersegera berbuka agar semangat melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan perintah makan pada Idul Fithri (sebelum shalat ‘ied) adalah untuk membedakan kebiasaannya berpuasa. Sedangkan untuk hari raya Idul Adha berbeda. Karena pada hari Idul Adha disyari’atkan memakan dari hasil qurban. Jadinya, kita dianjurkan tidak makan sebelum shalat ‘ied dan nantinya menyantap hasil sembelihan tersebut.” (Al Mughni, 2: 228)
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata :
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.” (HR. Ahmad 5: 352.Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
“Imam Ahmad berkata: “Saat Idul Adha dianjurkan tidak makan hingga kembali dan memakan hasil sembelihan qurban. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam makan dari hasil sembelihan qurbannya. Jika seseorang tidak memiliki qurban (tidak berqurban), maka tidak masalah jika ia makan terlebih dahulu sebelum shalat ‘ied.” (Al Mughni, 2: 228)
Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
“Jika seseorang makan pada hari Idul Adha sebelum berangkat shalat ‘ied di tanah lapang (musholla), maka tidak mengapa. Jika ia tidak makan sampai ia makan dari hasil sembelihan qurbannya, maka itu lebih baik. Tidak boleh berpuasa pada hari ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) sama sekali.” (Al Muhalla, 5: 89)
Namun sekali lagi, puasa pada hari ‘ied -termasuk Idul Adha- adalah haram berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama kaum muslimin. Sedangkan yang dimaksud dalam penjelasan di atas adalah tidak makan untuk sementara waktu dan bukan niatan untuk berpuasa dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Dan kita lihat dari penjelasan Imam Ahmad yang dinukil dari Ibnu Qudamah di atas bahwa sunnah tidak makan sebelum shalat Idul Adha hanya berlaku untuk orang yang memiliki hewan qurban sehingga ia bisa makan dari hasil sembelihannya nanti. Sedangkan jika tidak memiliki hewan qurban, maka tidak berlaku. Wallahu a’lam.
***
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied. (Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1: 602)
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata :
“Idul Fithri adalah hari diharamkannya berpuasa setelah sebulan penuh diwajibkan. Sehingga dianjurkan untuk bersegera berbuka agar semangat melakukan ketaatan kepada Allah Ta’ala dan perintah makan pada Idul Fithri (sebelum shalat ‘ied) adalah untuk membedakan kebiasaannya berpuasa. Sedangkan untuk hari raya Idul Adha berbeda. Karena pada hari Idul Adha disyari’atkan memakan dari hasil qurban. Jadinya, kita dianjurkan tidak makan sebelum shalat ‘ied dan nantinya menyantap hasil sembelihan tersebut.” (Al Mughni, 2: 228)
23.47 | | 0 Comments
Kemaksiatan
Sesungguhnya
seorang hamba jika melakukan dosa, maka terbentuklah noda hitam dalam hatinya.
Jika ia melepaskan dosa, istighfar dan taubat, bersihlah hatinya. Ketika
mengulangi dosa lagi, bertambahlah noda hitamnya, sehingga menguasai hati.
Itulah Roon (rona) yang disebutkan dalam Al-Qur’an, “Sekali-kali tidak
(demikian), Sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka.” (HR At-Tirmidzi).
Maksiat dan
dosa mempunyai pengaruh yang sangat dahsyat dalam kehidupan umat manusia.
Bahayanya bukan hanya berpengaruh di dunia tetapi sampai dibawa ke akhirat.
Bukankah Nabi Adam a.s. dan istrinya Siti Hawwa dikeluarkan dari surga dan
diturunkan ke dunia karena dosa yang dilakukannya? Dan demikianlah juga yang
terjadi pada umat-umat terdahulu.
Disebabkan
karena dosa, penduduk dunia pada masa Nabi Nuh a.s. dihancurkan oleh banjir
yang menutupi seluruh permukaan bumi. Karena maksiat, kaum ‘Aad
diluluhlantakkan oleh angin puting beliung. Karena ingkar pada Allah, kaum
Tsamud ditimpa oleh suara yang sangat keras memekakkan telinga sehingga
memutuskan urat-urat jantung mereka dan mati bergelimpangan. Karena perbuatan
keji kaum Luth, buminya dibolak-balikkan dan semua makhluk hancur, sampai
malaikat mendengar lolongan anjing dari kejauhan. Kemudian diteruskan dengan
hujan bebatuan dari langit yang melengkapi siksaan bagi mereka. Dan kaum yang
lain akan mendapatkan siksaan yang serupa. Jika tidak terjadi di dunia, maka di
akhirat akan lebih pedih lagi. (Al-An’am: 6)
Desember
2005 dunia juga baru menyaksikan musibah yang maha dahsyat terjadi di Asia:
Tsunami menghancurkan ratusan ribu umat manusia. Terbesar menimpa Aceh. Semua
itu harus menjadi pelajaran yang mendalam bagi seluruh umat manusia, bahwa
Allah Maha Kuasa. Disebutkan dalam musnad Imam Ahmad dari hadits Ummu Salamah,
Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Jika kemaksiatan sudah mendominasi
umatku, maka Allah meratakan adzab dari sisi-Nya”. Saya berkata, “Wahai
Rasulullah, bukankah di antara mereka ada orang-orang shalih?” Rasulullah
menjawab,”Betul.” “Lalu bagaimana dengan mereka?” Rasul menjawab, “Mereka akan
mendapat musibah sama dengan yang lain, kemudian mereka mendapatkan ampunan dan
keridhaan Allah.”
Akar
Kemaksiatan
Semua
kemaksiatan yang dilakukan oleh manusia, baik yang besar maupun yang kecil,
bermuara pada tiga hal. Pertama; terikatnya hati pada selain Allah, kedua;
mengikuti potensi marah, dan ketiga; mengikuti hasrat syahwat. Ketiganya adalah
syirik, zhalim, dan keji. Puncak seseorang terikat pada selain Allah adalah
syirik dan menyeru pada selain Allah. Puncak seseorang mengikuti amarah adalah
membunuh; dan puncak seseorang menuruti syahwat adalah berzina. Demikianlah
Allah swt. menggabungkan pada satu ayat tentang sifat ‘Ibadurrahman, ”Dan
orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu,
niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya).” (Al-Furqaan: 68)
Dan ciri
khas kemaksiatan itu saling mengajak dan mendorong untuk melakukan kemaksiatan
yang lain. Orang yang berzina maka zina itu dapat menyebabkan orang melakukan
pembunuhan; dan pembunuhan dapat menyebabkan orang melakukan kemusyrikan. Dan
para pembuat kemaksiatan saling membantu untuk mempertahankan kemaksiatannya.
Setan tidak akan pernah diam untuk menjerumuskan manusia untuk melakukan dosa
dan kemaksiatan. Setan senantiasa mengupayakan tempat-tempat yang kondusif
untuk menjadi sarang kemaksiatan.
Oleh karena
itu agar terhindar dari jebakan kemaksiatan, manusia harus melakukan lawan dari
ketiganya, yaitu: pertama; menguatkan keimanan dan hubungan hati dengan Allah
swt. dengan senantiasa mengikhlaskan segala amal perbuatan hanya karena Allah.
Kedua; mengendalikan rasa marah, karena marah merupakan pangkal sumber dari
kezhaliman yang dilakukan oleh manusia. Dan ketiga; menahan diri dari syahwat
yang menggoda manusia sehingga tidak jatuh pada perbuatan zina.
Pengaruh
Maksiat
Seluruh
manusia mengakui bahwa kesalahan yang terkait dengan hubungan antar manusia di
dunia secara umum dapat mengakibatkan kerusakan secara langsung. Orang-orang
yang membabat hutan hingga gundul akan menyebabkan kerusakan lingkungan,
longsor, dan kebanjiran. Sopir yang mengendalikan mobilnya secara ugal-ugalan
dan melintasi rel kereta yang dilalui kereta, berakibat sangat parah, ditabrak
oleh kereta. Orang yang membunuh orang tanpa hak, maka dia akan senantiasa
dalam kegelisahan dan penderitaan. Orang yang senantiasa bohong, hidupnya tidak
akan merasa tenang.
Dan pada
dasarnya pengaruh kesalahan, dosa, dan kemaksiatan bukan saja yang terkait
antar sesama manusia, tetapi antara manusia dengan Allah. Siapakah orang yang
paling zhalim, ketika mereka diberi rezki oleh Allah dan hidup di bumi Allah kemudian
menyekutukan Allah, tidak mentaati perintah-Nya, dan melanggar larangan-Nya.
Jika kesalahan yang dibuat antar sesama manusia akan menimbulkan bahaya, maka
kesalahan akibat tidak melaksanakan perintah Allah atau melanggar larangan-Nya,
maka akan lebih berbahaya lagi, di dunia sengsara dan di akhirat disiksa. “Dan
barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan
yang sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan
buta.”
Beberapa
pengaruh maksiat diantaranya:
1. Lalai dan
keras hati
Al-Qur’an
menyebut bahwa orang-orang yang bermaksiat hatinya keras membatu. “Karena
mereka melanggar janjinya, kami kutuki mereka, dan kami jadikan hati mereka
keras membatu. mereka suka mengubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya,
dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka Telah
diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat
kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak
berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ma-idah: 13)
Berkata Ibnu Mas’ud r.a., “Saya menyakini bahwa seseorang lupa pada ilmu yang sudah dikuasainya, karena dosa yang dilakukan.”
Berkata Ibnu Mas’ud r.a., “Saya menyakini bahwa seseorang lupa pada ilmu yang sudah dikuasainya, karena dosa yang dilakukan.”
Orang yang
banyak berbuat dosa, hatinya keras, tidak sensitif, dan susah diingatkan. Itu
suatu musibah besar. Bahkan disebutkan dalam sebuah riwayat bahwa orang yang
senantiasa berbuat dosa, hatinya akan dikunci mati, sehingga keimanan tidak
dapat masuk, dan kekufuran tidak dapat keluar.
2. Terhalang
dari ilmu dari rezeki
Rasulullah
saw. bersabda, “Sesungguhnya seorang hamba diharamkan mendapat rezeki karena
dosa yang dilakukannya” (HR Ibnu Majah dan Hakim)
Berkata Imam
As-Syafi’i, “Saya mengadu pada Waqi’i tentang buruknya hafalanku. Beliau
menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan memberitahuku bahwa ilmu adalah
cahaya. Dan cahaya Allah tidak diberikan kepada orang yang bermaksiat.”
Orang yang
banyak melakukan dosa waktunya banyak dihabiskan untuk hal-hal yang sepele dan
tidak berguna. Tidak untuk mencari ilmu yang bermanfaat, tidak juga untuk
mendapatkan nafkah yang halal. Banyak manusia yang masuk dalam model ini.
Banyak yang menghabiskan waktunya di meja judi dengan menikmati minuman haram
dan disampingnya para wanita murahan yang tidak punya rasa malu. Sebagian yang
lain asyik dengan hobinya. Ada yang hobi memelihara burung atau binatang
piaraan yang lain. Sebagian lain, ada yang hobi mengumpulkan barang antik meski
harus mengeluarkan biaya tak sedikit. Sebagian yang lain hobi belanja atau
sibuk bolak-balik ke salon kecantikan. Seperti itulah kualitas hidup mereka.
3. Kematian
hati dan kegelapan di wajah
Berkata
Abdullah bin Al-Mubarak, “Saya melihat dosa-dosa itu mematikan hati dan
mewariskan kehinaan bagi para pelakunya. Meninggalkan dosa-dosa menyebabkan
hidupnya hati. Sebaik-baiknya bagi dirimu meninggalkannya. Bukankah yang
menghancurkan agama itu tidak lain para penguasa dan ahli agama yang jahat dan
para rahib.”
Sungguh
suatu musibah besar jika hati seseorang itu mati disebabkan karena dosa-dosa
yang dilakukannya. Dan perangkap dosa yang dikejar oleh mayoritas manusia
adalah harta dan kekuasaan. Mereka mengejar harta dan kekuasaan seperti laron
masuk ke kobaran api unggun.
Tanda
seorang bergelimangan dosa terlihat di wajahnya. Wajah orang-orang yang jauh
dari air wudhu dan cahaya Al-Qur’an adalah gelap tidak enak dipandang.
4. Terhalang
dari penerapan hukum Allah
Penerapan
hukum Allah berupa syariat Islam di muka bumi adalah rahmat dan karunia Allah
dan memberikan keberkahan bagi penduduknya. Ketika masyarakat banyak yang
melakukan kemaksiatan, maka mereka akan terhalang dari rahmat Islam tersebut.
(Lihat Al-Maa-idah: 49 dan Al-A’raaf: 96)
5. Hilangnya
nikmat Allah dan potensi kekuatan
Di antara
nikmat yang paling besar yang diberikan Allah kepada hamba-Nya adalah
pertolongan dan kemenangan. Sejarah telah membuktikan bahwa pertolongan Allah
dan kemenangan-Nya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang taat. Sebaliknya,
kekalahan dan kehancuran disebabkan karena maksiat dan ketidaktaatan.
Kisah Perang
Uhud harus menjadi pelajaran bagi orang-orang beriman. Ketika sebagian pasukan
perang sibuk mengejar harta rampasan dan begitu juga pasukan pemanah turun
gunung ikut memperebutkan harta rampasan. maka terjadilah musibah luar biasa.
Korban berjatuhan di kalangan umat Islam. Rasulullah saw. pun berdarah-darah.
Kisah
penghancuran Kota Baghdad oleh pasukan Tartar juga terjadi karena umat Islam
bergelimang kemaksiatan. Khilafah Islam pun runtuh, selain dari faktor adanya
konspirasi internasional yang melibatkan Inggris, Amerika Serikat, dan Israel,
karena umat Islam berpecah belah dan kemaksiatan yang mereka lakukan.
Umar bin
Khattab berwasiat ketika melepas tentara perang: ”Dosa yang dilakukan tentara
(Islam) lebih aku takuti dari musuh mereka. Sesungguhnya umat Islam dimenangkan
karena maksiat musuh mereka kepada Allah. Kalau tidak demikian kita tidak
mempunyai kekuatan, karena jumlah kita tidak sepadan dengan jumlah mereka,
perlengkapan kita tidak sepadan dengan perlengkapan mereka. Jika kita sama
dalam berbuat maksiat, maka mereka lebih memiliki kekuatan. Jika kita tidak
dimenangkan dengan keutamaan kita, maka kita tidak dapat mengalahkan mereka
dengan kekuatan kita.”
Oleh karena
itu umat Islam dan para pemimpinnya harus berhati-hati dari jebakan-jebakan
cinta dunia dan ambisi kekuasaan. Jauhi segala harta yang meragukan apalagi
yang jelas haramnya. Karena harta yang syubhat dan meragukan, tidak akan
membawa keberkahan dan akan menimbulkan perpecahan serta fitnah. Kemaksiatan
yang dilakukan oleh individu, keluarga, dan masyarakat akan menimbulkan
hilangnya nikmat yang telah diraih dan akan diraih. Dan melemahkan segala
potensi kekuatan. Waspadalah!
01.47 | | 0 Comments
DATA JAMUR YANG ADA DI PESAWARAN LAMPUNG
No
|
Nomor
kode
|
Tempat ditemukan
|
Ukuran
|
Jamur yang ditemukan
|
1
|
PB4
|
Punduh pidada
|
P= 30µm; L=4µm
|
Fusarium sp
|
2
|
KB1
|
Kedondong
|
T=5µm ; P=9µm
|
Colletotrichum
|
3
|
TB2
|
Tegineneng
|
P=5µm ; T=4µm
|
Stachybotrys
|
4
|
KD4
|
Kedondong
|
P=12 µm ; T=6µm
|
Fusicladium
|
5
|
PCS3
|
Padang cermin
|
P=3µm ; T=2µm
P=6µm ; T =3µM
|
Diplodia
Curvularia
|
6
|
KD3
|
Kedondong
|
P=22µm ; T = 15µm
|
Hendersonula
|
7
|
PCS4
|
Padang cermin
|
P=25µm ; T=14µm
|
Diplodia
|
8
|
GDT15
|
Gedong tataan
|
P=7µm ; T=3µm
|
Fusarium
|
9
|
KD2
|
Kedondong
|
P=20µm ; T=3µm
P =15µm ; T=5µm
P= 17µm ; T=5µm
P=10µm ; T= 6µm
|
Alternaria raphani
Stigmina carpophila
Drechslera
Diplodia
|
10
|
GDT125
|
Gedong tataan
|
P=6µm ; T=4µm
|
Drechslera graminea
|
11
|
TD3
|
Tegineneng
|
-
|
-
|
12
|
PB3
|
Punduh pidada
|
P= 15µm ; T=3µm
P=7µm ; T= 5µm
P=11µm ; T=4µm
|
Podosporiella glomerata
Colletotrichum
Stagonospora
|
13
|
PB1
|
Punduh pidada
|
P=35µm ;T=3µm
|
Fusarium
|
14
|
PD11
|
Punduh pidada
|
P=25µm ; T= 5µm
P=13 µm ; T=4 µm
|
Drechslera
Diplodina
|
15
|
PD 9
|
Punduh pidada
|
-
|
-
|
16
|
PD10
|
Punduh pidada
|
P=4µm ; T=3µm
|
Colletotrichum
|
17
|
TD1
|
Tegineneng
|
P=14µm ;T= 5µm
P=42µm ; T=8µm
|
Alternaria
Cercosporidium
|
18
|
PD3
|
Punduh pidada
|
P=10µm ;T=3µm
|
Cladosporium
|
19
|
PD4
|
Punduh pidada
|
P= 7µm ; T= 4 µm
|
Herposira velutina
|
20
|
PB3
|
Punduh pidada
|
P= 8µm ; T=3µm
|
Fusarium solani
|
21
|
PSH2D
|
Padang cermin
|
P=23 µm ;T=2µm
P= 5µm ; T=3µm
|
Drechslera
Microascus Cirrosus
|
22
|
PD1
|
Punduh pidada
|
P=8µm ; T=5µm
P=12µm ; T= 10µm
|
Choanephora
Cheiromycella microscopia
|
23
|
PC2HD
|
Padang cermin
|
P= 11µm ; T=2µm
|
Drechslera
|
24
|
GDT14D
|
Gedong tataan
|
P=14µm ; T=5µm
|
Sporoschisma mirabile
|
25
|
PD8
|
Punduh pidada
|
P=10µm; T= 2µm
|
Dactylaria
|
26
|
PSH5B
|
Padang cermin
|
P=10µm ;T=6µ
P=20µm ; T=4µm
|
Diplococcium clavariarum
Alternaria
|
27
|
PD2
|
Punduh pidada
|
P=35µm ; T=3µm
|
Sterigmatobotrys macrocarpa
|
28
|
PD4
|
Punduh pidada
|
P=7µm ;T=6µm
|
Herposira velutina
|
29
|
PSH3D
|
Padang cermin
|
P=14µm ; T=14µm
P=25µm ; T=5µm
P=30µm ; T=5µm
P=20µm ; T=5µm
P=12µm ; T= 6µm
|
Nigrospora
Drechslera
Cercospora
Brachysporiella
Nectria haematococca
|
30
|
PD5
|
-
|
-
|
-
|
31
|
GDT11D
|
Gedong tataan
|
P= 10µm ; T=8µm
|
Lacellinopsis
|
32
|
GDT17B
|
Gedong tataan
|
P=15µm ; T=6 µm
|
Drechslera
|
33
|
GDT 13D
|
Gedong tataan
|
P= 10µm ; T=5µm
|
Herposira velutina
|
34
|
PCH2S
|
Padang cermin
|
P=9µm ; T=5 µm
P=26 µm ; T=4µm
|
Guignardia bidwellii
Annellophora
|
35
|
KD5
|
Kedondong
|
P=10µm ;T=3µm
P=9µm ; T=4µm
|
Fusarium
Herposira velutina
|
36
|
PSH4D
|
Padang cermin
|
P=9µm ; T=4µm
|
Herposira velutina
|
37
|
TB1
|
Tegineneng
|
P=3µm ; T=2µm
|
Botrytis ricini
|
38
|
TD4
|
Tegineneng
|
P=75µm ; T=5µm
(ukuran miselium)
|
Penisilium
|
39
|
KD1
|
Kedondong
|
P=8µm ; T=5µm
P=20µm ; T=18µm
|
Herposira velutina
Nectria haematococca
|
40
|
GDT 16 D
|
Gendong tataan
|
P=10µm ; T=5µm
|
Conoplea fusca
|
41
|
KB1
|
Kedondong
|
P=7µm ; T=5µm
|
Diplococcium clavariarum
|
17.49 | | 0 Comments
Langganan:
Postingan (Atom)